Mitos "Palasik Kuduang"
Mereka bertiga berbondong-bondong pergi ke tepian sungai yang berair tenang di belakang rumah pak Buruak yang seorang petani sayur di Nagari Koto Tinggi untuk melihat keanehan yang terjadi belakangan ini di Nagari mereka, sebut saja nama mereka Sutan, Rohana, serta Batar. mereka bertiga adalah kawanan yang selalu hilir mudik tiap harinya di sungai belakang rumah Pak Buruak setelah sepulang sekolah setelah mereka mendengar cerita mengenai apa yang terjadi di sekitar rumah pak Buruak pada belakangan ini. Sutan merupakan lelaki berparas melayu dan kulit berwarna kuning langsat yang bersekolah di salah satu sekolah negeri di nagarinya, ia termasuk anak yang sedang-sedang saja dalam bidang akademik dan juga anak yang penakut tapi disenangi teman-temannya karena sikapnya yang dermawan. Batar merupakan remaja yang berparas unik dengan rambut yang ikal dan berkulit agak kehitaman merupakan siswa yang paling pandai di kelas dan memiliki misi mulia dalam kehidupannya yaitu ingin membawa keluarganya dari kemelaratan ekonomi yang sedang mereka hadapi sekarang, sesuai dengan arti dari namanya sendiri M. Batar (Mambangkik Batang Tarandam) dengan di dorong oleh keinginan serta arti dari namanya tersebut, Batar menjadi anak yang pandai karena kegigihannya dalam belajar untuk mensukseskanmisinya tersebut. Lalu yang terakhir teman yang paling cantik dari mereka bertiga yaitu Rohana, perempuan berkulit kuning langsat ini memiliki mata yang indah serta rambut panjang yang terurai di punggungnya merupakan anak dari wali nagari tempat mereka tinggal.
Siang itu setelah pulang sekolah mereka bertiga berkumpul di rumah
Rohana untuk pergi ke tepian sungai di belakang rumah Pak Buruak sebagaimana
yang dilakukan mereka pada hari-hari sebelumnya. Namun dalam perjalan ke rumah
Rohana, Sutan dan Batar bercakap mengenai cerita yang belakangan ini mereka
dengar dari ayah Batar.
“Tar.. apa benar cerita yang disampaikan bapakmu itu?”
“aku juga tidak tahu Tan”
“kalau memang benar yang disampaikan oleh bapakmu itu, kita harus
hati-hati Tar?”
“Lho.. memang kalau memang iya.. kenapa kita mesti hati-hati Tan?”
“iya jelas dong,, soalnya mana tahu selanjutnya yang menjadi
korbannya orang-orang yang berada di sekitar kita ataupun bisa jadi mungkin
kita Tar?”
“ah kamu jangan berpikiran seperti itu Tan”
Sutan termasuk manusia yang cerewet karena tidak henti-hentinya
membicarakan cerita baru yang didapatkannya dari ayah Batar itu. Dari kejauhan
Rohana bersorak memanggil Sutan dan Batar sambil melambaikan tangannya pada
mereka berdua.
“Sutan...
“Batar...
“Cepat jalannya.. ada yang penting”
Dengan cepat tanggap Sutan dan Batar berlari menuju Rohana dengan
langkah seribu, sambil napas mereka menjadi false, karena ketidak sesuaian
mereka dalam bernapas antara menghirup dan menghembuskan setelah pacu lari tadi.
“kalian berdua sungguh lelet” kata Rohana dengan tersenyum.
“lelet saja seperti ini hasilnya Roih,, apalagi tidak lelet yang
seperti katamu itu” gerutu Batar.
“jangan marah Tar. Aku kan cuman bercanda.. ayo masuk, kita makan
dulu, ibu baru selesei masak.” Ajak Rohana.
“oh.. ini yang penting katamu ya roih” sambung Sutan
“iya Tan..”
“iya Tan.. ini memang penting.. soalnya aku juga belum makan..”
sambung Batar dengan tersenyum.
“ah kamu memang manusia yang selalu lapar, tadi baru selesei makan
sekarang kamu bilang belum makan”
“Bukan begitu Tan, tapi masakan ibu Rohana kan masakan favoritku”
sambil mencibir Sutan
“ya sudah, ayo kalian masuk, ibu sudah menunggu kalian dari tadi.”
Ajak Rohana
Mereka masuk ke rumah Rohana yang telah di tunggu ibu Ida di meja
makan serta hidangan makan siang untuk mereka bertiga.
“siang bu..” sapa Sutan
“siang Tan, ayo duduk, ini sudah ibu siapkan makanan untuk kalian,
soalnya Rohana bilang pada ibu kalau kalian mau kesini hari ini”
Mereka bertiga duduk di meja makan sambil bercerita-cerita dengan
ibu Ida orang tua perempuan Rohana.
“oiya bu,, bapak Zul kemana bu?” tanya Sutan
“ooh.. bapak tadi pergi mengurus urusan di kantor sebentar Tan,
oiya Sutan.. Batar... silahkan makan, jangan malu-malu”
Batar langsung dengan sigap mengambil nasi serta lauk tanpa rasa
malu-malu, sedangkan Sutan hanya menggeleng melihat tingkah temannya yang satu
ini, sedangkan Rohana menuangkan air minum ke gelas masing-masing mereka.
“ngomong-ngomong kalian bertiga setelah makan benar mau pergi ke
tepian sungai belakang rumah pak Buruak?” tanya ibu Ida
“iya bu.” Jawab Sutan dengan semangat.
“tapi nanti kalian hati-hati ya, soalnya cerita dari para penduduk
belakangan ini cukup mengkhawatirkan perasaan ibu nak”
“memang cerita apa itu ibu?” tanya Batar pura-pura tidak tahu.
“oh.. kalian belum pada tahu ya?”
“bagaimana kami tahu bu, ibu ataupun orang lain saja belum ada
cerita pada kami.”jawab Sutan sambil mengunyah nasi yang ada dalam mulutnya.
“jadi begini, pak Ipul yang punya ladang di seberang sungai di
belakang rumah pak Buruak sering melihat sesosok bayangan kepala yang
melayang-layang di belakang rumah pak Buruak ketika senja hari setelah magrib
dan tengah malam ketika para penduduk telah terlelap”
“haa..” Sutan dan Batar pura-pura melonjak kaget.
“kenapa kalian?” tanya Rohana dengan berpura-pura karena tidak
ingin misi mereka nantinya diketahui oleh ibunya.
“tidak ada roih” jawab Sutan
“ibu percaya sama cerita itu bu?” tanya Batar.
“percaya tidak percaya Tar” jawab ibu.
Setelah selesei makan mereka duduk di pelataran rumah Rohana,
sambil menceritakan tentang cerita itu, sedangkan ibu Ida di dapur mencuci
piring makan yang mereka pakai tadi.
“Tar, aku teringat dengan cerita bapakmu kemaren tar” kata Sutan
“iya Tan, aku juga.”
“kalian ini bicara apa sih, masih cerita kemaren atau cerita yang
disampaikan ibu tadi?” tanya Rohana
“itu roih, cerita yang disampaikan ibu tadi sepertinya sudah menjadi
trend di kalangan penduduk nagari ini” kata Sutan
“memangnya benar ya kata bapak si Batar sama ibu tadi tuh ?” tanya
Rohana
“bisa jadu Roih, soalnya belakangan ini ada suara-suara aneh
terdengar di belakang rumah pak Buruak ketika senja hari, setelah suara itu
menghilang secara berbarenagan disambut dengan teriakan panjang dari Istri pak
Buruak, yaitu Ibu Ros. Begitu terus menerus di dengar oleh warga yang lewat
rumah Pak Buruak belakangan ini “. Ucap Sutan.
“bisa jadi ya tapi kita belakangan ini tidak mendengarkannya, betul
tidak ? ataukah itu mungkin memang suara ibu Ros yang sedang menahan sakit
karena hentakan dari bayi yang sedang dikandungnya” jawab Batar
“bisa jadi betul kata Batar tuh Tan” sahut Rohana
“ya sudah.. kalau memang betul cerita orang-orang mengenai hal
tersebut, mari kita buktikan kebenarannya sekali lagi, dan sekarang tidak usah
sampai ke sungai seperti kemaren, tetapi kita lebih mendekat ke belakang rumah
Pak Buruak, gimana?” ucap Sutan
“boleh juga usulanmu Tan” jawab Batar
“tapi aku takut” sela Rohana.
“jangan takut roih, ada aku di sampingmu” jawab Sutan sambil megang
tangan rohana
“iya.iya.. makasih ya Sutan” jawab Rohana
“GOMBAL” kata Batar.
Siang itu setelah makan dan istirahat sejenak dengan melanjutkan
cerita di meja makan tadi, mereka bertiga : Sutan, Rohana, dan Batar tidak
pergi Ke sungai seperti biasanya tetapi lebih mendekat ke belakang rumah pak
Buruak untuk membuktikan cerita orang mengenai hal yang aneh tersebut atas
usulan Sutan. Dalam perjalan ke Belakang rumah pak Buruak mereka bertiga masih
asik bercerita dengan topik yang sama di meja makan dan pelataran rumah Rohana.
Sutan berjalan di depan diikuti Rohana dan Batar melalui jalan bersemak
setinggi lutut, mereka berjalan dan terus berjalan tetapi Sutan dan Rohana
merasa kalau mereka telah berjalan jauh tapi jalan yang dilaluinya itu ke itu
saja, padahal rumah pak Buruak bila biasanya ditempuh dengan jalan kaki hanya
memakan waktu 15 menit dari rumah Rohana, namun mereka sudah berjalan kurang
lebih setengah jam namun mereka belum juga melihat rumah pak Buruak. Keanehan
yang pertama yang mereka alami ini membuat bulu kuduk Rohana berdiri dan
tangannya menggenggam erat tangan Sutan yang berjalan di depannya. Tidak
satupun dari mereka yang berbicara dalam perjalanan setelah menemui keanehan
ini, hanya patahan ranting kayu yang mereka injak terdengar serta suasana yang
begitu dingin yang mereka rasakan dalam selama perjalanan ditambah hari hampir
senja.
“Tan, kenapa jalan yang kita lalui sekarang terasa lama ya?” tanya
Rohana
“tidak tahu roih, aku juga merasa begitu” jawab Sutan
“ah, kalian ini ada-ada saja, aku merasa biasa saja, itu kita
hampir sapai tuh” gerutu Batar dari belakang
“Entah kenapa hal yang kami rasakan tidak dirasakan oleh Batar,
mungkin karena Batar tidak percaya dengan cerita-cerita mistis yang disampaikan
orang-orang, makanya Batar tidak merasakan keanehan dalam perjalanannya.”Ucap
Sutan dalam hati.
Dari kejauhan tampak sudah rumah kayu milik Pak Buruak dengan
bentuk atap bergonjong dilapisi seng yang sudah berkarat lalu dilindungi oleh
pohon-pohon besar sekitar rumahnya yang membuat suasana menjadi sedikit
menakutkan, karena rumah itu terlihat seperti tidak terurus karena banyaknya
daun-daun yang gugur menyeraki pelataran rumah pak Buruak tersebut.
Singkat kata singkat cerita. Entah darimana datangnya Pak Buruak,
sertatanpa diketahui mereka bertiga ternyata pak Buruak telah berdiri di
samping Sutan sambil ikut memperhatikan apa yang sedang mereka bertiga
perhatiakan, saat Sutan menoleh kesamping kanannya, maka Sutanpun terjerambab
melihat kumis pak Buruak yang bergoyang karena tiupan napas dari hidungnya.
“sedang ngapain kalian bertiga disini, sambil memperhatikan
rumahku? Apakah kalian mau mampir ya ke rumahku?” tanya pak Buruak kepada
mereka bertiga
“kalau bapak mengizinkan kami untuk mampir, kami akan sangat senang
dan berterima kasih pak” kata Batar dengan semangat.
Mendengar ucapan yang disampaikan Batar barusan membuat Sutan dan
Rohana terkejut dan menambah rasa takut yang menyerang mereka berdua dari tadi
sejak perjalanan kesini.Serta tanggapan dari pak Buruak yang mempersilahkan
mereka untuk mampir ke rumahnya membuat mereka berdua semakin keranjingan dalam
ketakutannya.
“boleh,, ayo mari” ajak Pak Buruak.
Tidak ingin mengecewakan pak Buruak, mereka bertiga berjalan
mengikuti pak Buruak dari belakang, sambil Rohana berbisik pada Sutan mengenai
situasi rumah Pak Buruak seperti rumah yang telah ditinggalkan penghuninya
selama bertahun-tahun.
Singkat kata singkat cerita, Batar memulai pembicaraan dengan pak
Buruak dengan pertanyaan apakah cerita yang disampaikan oleh orang-orang
kampung benar adanya. pak Buruak menjawab dengan raut muka sedikit sedih.
“cerita apa yang ananda maksudkan?” tanya Pak Buruak
“cerita mengenai adanya bayangan kepala yang melayang tanpa anggota
tubuh di senja hari ataupun pada malam hari lalu adanya badan yang berjalan
tanpa kepala di sekitar rumah bapak serta adanya suara-suara aneh dan di akhiri
dengan teriakan dari ibu Ros”
“ananda Batar, itu kan cuman cerita orang-orang kampung betul
tidaknya bapak belum pernah mengalami atau menjumpai apa yang telah disampaikan
orang-orang tersebut, namun dulu para nenek moyang kita percaya pada mitos
manusia gaib yang disebut dengan Palasik”
“Palasik....” mereka bertiga serempak mengatakannya.
“iya, Palasik namanya, menurut kepercayaan nenek moyang kita
Palasikbukanlah hantu tetapi manusia yang memiliki ilmu hitam tingkat
tinggi. Palasiksangat ditakuti oleh ibu-ibu yang memiliki balita karena
makanan Palasikadalah anak bayi/balita, baik yang masih dalam kandungan
ataupun yang sudah mati (dikubur), tergantung jenis Palasik tersebut.”
Kata pak Buruak
“lalu kenapa orang-orang membuat cerita seperti itu pak, yang
diceritakannya kan pada sekitar rumah bapak sendiri?” tanya Rohana dengan terbata-bata
“Ilmu Palasik menurut kepercayaan nenek moyang kita sifatnya
turun temurun. Apabila orang tuanya adalah seorang Palasik maka anaknya
pun akan dengan sendirinya menjadi Palasik” jawab Pak Buruak
“jadi Bapak dianggap oleh orang-orang sebagai keturun Palasik,
begitukah Pak?” tanya Batar dengan semangat
“kemungkinan begitulah ananda Batar, tapi bapak tidak tahu apakah
benar dulunya orang tua bapak seperti yang dikatakan oleh orang-orang kampung”
jawab pak Buruak
“terus seberapa besar bapak tahu mengenai Palasik, pak?”
tanya Sutan
“yang bapak tahu, pada umumnya cerita-cerita yang telah bapak
dengar, Palasik bekerja dengan melepaskan kepalanya. Ada juga badannya
yang bekerja mencari makan dan ada pula yang kepalanya melayang-layang mencari
makan, Palasik yang lepas kepalanya ini disebut juga dengan Palasik
Kuduang” jawab pak Buruak
“tadi bapak kalau tidak salah mengatakn bahwa tergantung jenis Palasik
tersebut apa makanan yang dicarinya, memangnya ada berapa jenis Palasik
itu pak?” tanya Batar
“jenis Palasik ada bermacam-macam anada Batar, menurut
kepercayaan nenek moyang kita ataupun cerita yang berkembang pada orang-orang
kampung ada beberapa jenis Palasik, yang pertama Palasik yang
memakan bayi dalam kandungansehingga bayi tersebut lahir tanpa ubun-ubun atau
mati dalam kandungan, yang kedua Palasik yang memakan bayi yang masih
rapuh sehingga bayi tersebut sering sakit-sakitan akhirnya mati, dan yang
terakhir Palasik yang memakan mayat bayi yang sudah dikubur” jawab pak
Buruak
Tidak terasa waktu sudah senja dan kumandang adzan magrib sudah
mulai terdengar di telinga mereka, Sutan yang sebagai kepala rombongan meminta
izin untuk pamit pulang karena takut nantinya dicari oleh orang tua mereka.
Dalam perjalan pulang Batar menegaskan kepada Sutan dan Rohana bahwa
cerita-cerita tersebut hanya mitos yang dipercaya oleh nenek moyang kita
sedangkan bapak Buruak hanya sebagai korban dari cerita orang-orang kampung
sehingga tidak seorangpun orang kampung yang memiliki balita ataupun istrinya
yang sedang mengandung mau mendekat padanya. Sungguh pemikiran yang harus di
ubah dalam masyarakat kita sekarang “jawab Batar”.
Meskipun begitu yang telah dikatakan oleh Batar kepada Sutan dan
Rohana, mereka berdua masih merasakan ketakutan lebih besar dari sebelumnya
ditambah hari sudah mulai gelap yang membuat kengerian menyelimuti mereka
berdua.