Kamis, 20 Juni 2013

S.I.K.L.U.S


S.I.K.L.U.S

Fajar menyingsingkan cahayanya di ufuk timur pertanda pagi akan segera datang, suara ayam yang berkokok dengan gagahnya tidak mampu membuat mata seorang pemuda dekil untuk dapat tertidur karena sedang didera oleh insomnia, entah apa yang sedang ia pikirkan sedangkan suara adzan subuh sudah berkumandang dari tadi namun ia masih duduk di atas kasurnya yang kusut dan matanya menerawang ke arah dinding kamar kost yang sudah lama tidak di cat oleh pemilik kost, tangannya yang memegang sebuah buku tulis yang berisi catatan kecil hutang-hutangnya kepada teman-teman yang harus ia lunasi di awal bulan besok yang tinggal beberapa hari lagi. Kiriman dari orang tua sekitar Rp. 700.000/bulan untuk memenuhi kebutuhanku kuliah harus terpangkas oleh biaya kost-kostan sebesar Rp. 180.000/bulan serta hutang sebesar Rp. 230.000 yang telah menunggu untuk dilunasi dan harus segera aku lunasi agar kepercayaan teman-teman terhadapku tidak hilang serta agar pada pertengahan bulan teman-teman mau lagi untuk meminjamkanku uang ketika uang kiriman telah habis.
Rio seorang mahasiswa yang sedang mencari gelar sarjana di salah satu Perguruan Tinggi di luar daerah merupakan mahasiswa berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah yang bapaknya seorang montir alat elektronik sedangkan ibunya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga, memiliki tiga orang adik yang masih duduk di bangku sekolah, kondisi keluarga yang pas-pasan ini tidak membuat semangatnya pudar untuk kuliah demi mendapatkan masa depan yang lebih baik. aku selalu memegang keyakinan ini, “Bila hidup memberimu dua pilihan yang sama-sama sulit untuk kamu pilih, satu-satunya hal yang harus kamu usahakan adalah membuat pilihan ketiga yang bisa kamu lakukan.  Karena, apapun yang kamu lakukan asal sesuai dengan keinginanmu, itu lebih baik daripada memilih dan menjalani sebuah pilihan yang salah”. Kata-kata inilah yang membuatku masih bertahan berlama-lama di negeri orang hanya untuk mendapatkan tambahan satu kata dinamaku yaitu Sarjana. Rio yang berperawakan oriental dengan mata bulat sedikit cakung, rambut pendek lurus, memiliki kulit sedikit agak putih dengan ukuran badan cukup pendek sekitar 163 cm, sehingga kebanyakan dari teman-temannya memanggilnya dengan sebutan “Si Cebol”. Hal seperti ini tidak meruntuhkan bahkan tidak mematahkan semangatnya untuk bergaul dengan sesama mahasiswa lain, karena ia tidak begitu memperdulikan sebutan yang diberikan oleh teman-temannya itu karena ia beranggapan kalau sebutan itu hanya cara atau jalan bagi teman-temannya untuk lebih dekat dengannya.
Kehidupan di rantau apalagi kota memang keras dirasa oleh Rio yang berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah tsb, belum lagi dengan isu-isu dari Pemerintah negara nya yang akan menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang mana akan menambah beban hidup pemuda rantau di tempat ia bermukim sekarang, dengan dinaikkannya harga BBM (Bahan Bakar Minyak) maka akan berbanding lurus terhadap harga-harga di pasaran sehingga mengakibatkan harga bahan sembako juga ikut-ikutan naik, belum lagi dengan ongkos angkutan kota yang juga akan diprediksi akan naik akibat dari kenaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) , hal ini dirasa sangat membebani bagi Rio yang sebagai mahasiswa yang sedang menggapai cita-citanya sebagai seorang sarjana.
Ketika sang mentari telah menampakkan sinarnya untuk menerangi alam raya ini, aku yang dari malam tadi belum sepicing pun menutupkan mataku untuk tidur akibat insomnia yang melanda ditambah dengan pikiran terhadap catatan hutang-hutang yang harus di bayar, akupun harus bersiap-siap pergi ke kampus untuk mengikuti perkuliahan di hari ini, dengan kondisi badan yang tidak tidur dari malam tadi membuatku tidak berkonsentrasi di dalam mengikuti perkuliahan hari ini yang mengakibatkan diriku ditegur oleh dosen yang sampai aku diusir keluar kelas dan disuruh untuk menemui dosen tersebut ke ruangannya ketika jam istirahat siang nanti. Setelah ia keluar kelas, aku melangkahkan kakiku ke arah perpustakaan yang berada di dekat kantor jurusan, sambil menunggu tengah hari untuk menemui dosen tadi aku lebih memilih perpustakaan untuk menenangkan pikiran sambil membaca koran dengan tujuan nantinya aku akan menemui lowongan pekerjaan, namun setelah dibalik-baliknya koran tersebut tidak satupun koran yang aku baca menawarkan kerja bagi mahasiswa yang membutuhkan pekerjaan sambil kuliah, karena kebanyakan lowongan yang tertera di dalam koran tersebut membutuhkan pendidikan terakhir S1.
Matahari sudah berada di atas puncak kepalaku yang menandakan waktu tengah hari sudah masuk, yang sesuai permintaan dosen yang mengusirku dari kelas tadi pagi ketika tengah hari di waktu jam istirahat aku harus menemui dosen tersebut di dalam ruangannya yang berada di dalam kantor jurusan.
Dosen yang mengusir dari kelas pagi itu dan menyuruhku untuk menemuinya di kantor jurusan tersebut bernama Prof. Dr. Ahmad Arief, M.A, lulusan luar negeri dengan menyadang predikat Coumlaude berparas melayu dengan mata agak sipit, tinggi badan semampai, berambut ikal yang telah banyak memutih akibat faktor usia dengan memiliki tanda colak di belakang kepala yang menandakan ia adalah seorang yang pemikir keras, berkumis tipis dan memiliki tanda hitam di jidadnya melihatkan ia adalah seorang yang taat beribadah serta potongan jenggot tipis dan panjang yang menghiasi dagu lancipnya tersebut.
aku mengetuk pintu ruangan pak Arief tersebut, terdengar suara dari dalam yang menyuruh masuk, dengan kaki yang terasa berat untuk dilangkah ke dalam ruangan serta peluh yang memancar dari pori-pori membuat badanku terasa mandi dengan keringat walaupun ruangan tersebut memiliki pendingin ruangan.
“Silahkan saudara duduk..” Prof. Arief berkata
Aku yang dari tadi diselimuti oleh kebingungan karena tidak tahu kesalahan apa yang telah aku lakukan sehingga aku harus menghadap Profesor. “Seingat aku tadi pagi di dalam kelas, aku hanya melamun dan tidak memperhatikan profesor dalam kuliah, apakah hanya dengan gara-gara melamun aku harus menemuinya siang ini??” Sahut Rio di dalam hati yang mulai memberontak.
“Maaf Prof, kenapa saya disuruh menghadap prof siang ini?” Rio berkata dengan terbata-bata.
Saya tidak mengiginkan mahasiswa saya apabila di dalam perkuliahan banyak melamun dan memikirkan hal-hal di luar pelajaran saya, saya memperhatikan saudara dari semenjak saudara terlambat masuk kelas sampai akhir puncaknya ketika saudara saya usir keluar kelas.
Aku terdiam terpaku diatas tempat duduk empuk yang ada di ruangan Profesor, namun hatiku kembali memberontak ketika tidak menerima perlakuan profesor yang hanya gara-gara melamun aku harus menemuinya, “ah ini tidak adil..” batinku memberontak..
“Saya mengetahui kalau saudara sekarang memiliki masalah yang cukup besar, namun saya tidak mengetahui masalah apakah itu yang sedang saudara hadapi, ceritakan tentang masalah yang sedang saudara hadapi tersebut?”
Aku terdiam kembali mendengar apa yang diucapkan oleh profesor. Akupun tidak tahu harus dari mana memulainya? Dari keluargaku? Dari catatan hutang-hutangku? Bagaimana mungkin masalahku ini apabila kucerita padanya, ia akan memberi solusi yang baik untukku, ini kan tidak ada kaitannya dengan masalah perkuliahan, gerutu ku di dalam hati.
“Aku tidak tahu kondisi yang sedang dijalani sekarang akan menjadi sebuah siklus yang akan terus berputar dan tiada akhir karena akhir dari siklus itu hanya ada di dalam renungan ku saja, siklus hidup yang dimulai dari awal bulan menerima uang kiriman orang tua dari kampung untuk biaya hidup satu bulan, habis tidak tahu entah kemana? Lalu pada pertengahan sampai akhir bulan sibuk untuk mencari tempat berhutang agar bisa hidup sampai kiriman selanjutnya datang dari kampung, setalah mendapatkan kiriman terpangkas oleh sebuah pelunasan hutang yang harus dilunasi sehingga membuat siklus ini bertahan sampai dengan sekarang, tidak tahu bagaimana solusi yang dapat menghentikan perputaran dari siklus ini, solusi untuk menghentikan siklus ini hanya impian di dalam setiap renungan di malam hari tanpa adanya penerapan di siang hari kedepannya, akankah hidup hanya sebatas siklus yang terus berulang-ulang seperti ini prof?” sahutku memecah lamunan sang profesor yang serius dalam mendengarkan masalah yang sedang aku hadapi.
Profeser Arief hanya menggelengkan kepalanya mendengar cerita aku dan seraya menanyakan tentang keluargaku, “lalu bagaimana dengan latar belakang keluarga saudara?” sahut profesor Arief. Aku menceritakan bagaimana latar belakang serta kondisi keluargaku di mulai dari orang tua, adik-adikku yang masih kecil, pekerjaan, pendidikan, hingga kelancaran kiriman dari orang tua yang dikirimkan oleh orang tua ku dari kampung.
Setelah mendengarkan bagaimana masalah yang sedang aku hadapi, profesor Arief malah menyuruhku keluar ruangannya seraya mempersilahkan aku untuk pulang ke kost. Terbesit di dalam benakku, “apa yang diinginkan profeser ini dari saya? Apakah hanya ingin mengetahui masalah yang sedang di hadapi oleh mahasiswanya? Ini sebuah situasi yang tidak masuk akal untukku, karena profesor menyuruhku untuk datang ke kantornya hanya sekedar untuk mendengarkana masalah yang sedang di hadapi oleh mahasiswanya setelah itu mempersilahkannya untuk keluar”.
Situasi dan kondisi yang barusan aku lewati ini membuat beban pikiranku bertambah lagi, sampai aku tidak nafsu untuk makan di hari ini, “cobaan apa lagi yang akan di ujikan kepadaku Tuhan?”. Lalu aku lebih memilih untuk berdiam diri di dalam kamar sendirian.
Singkat kata singkat cerita, sore hari ketika aku sedang membaca buku di dalam kamar kostku, nada dering sms dari handphone ku memecah keheningan kamar yang bernuansa gelap tanpa adanya seberkas cahaya matahari yang masuk kecuali terangnya lampu neon yang terpasang di dalam kamar tersebut.
“saudara besok pagi datang kembali ke ruangan saya pukul 8.
Ttd : Profesor Ahmad Arief”
Pesan singkat yang dikirim oleh profesor Arief menimbulkan pertanyaan kembali didalam kepalaku yang sudah panas oleh berbagai masalah yang datang. Sebatang rokok kretek ku hisap untuk menenangkan pikiran yang baru saja membuat badan ini kembali bergoncang, “apa lagi ini? Apakah sebuah pertanyaan baru akan di munculkan untukku? Ataukah hanya untuk menanyakan hal-hal yang dirasa tidak perlu lagi?” setelah habis menghisap rokok kretek tersebut akupun memutuskan untuk tidur karena merasa letih dengan apa yang sedang dihadapi ini, beruntung insomnia yang semalam tidak menghampiriku malam ini sehingga pagi hari akupun terjaga karena perutku menggerutu karena tidak diisi malam tadi oleh sesuap nasi.
Pagi itu akupun pergi ke kampus dengan kepala masih tertunduk ke bawah karena beban yang terasa berat dirasa berada di atas pundakku, dengan langkah gontai akupun tiba di kampus dan langsung menuju ruangannya profesor Arief, ternyata beliau telah berada di dalam ruangannya tersebut.
Tok..tok..tok..
Akupun mengetok pintu ruangan itu seraya berkata “Prof, maaf sedikit terlambat!”
“Oh saudara Rio, silahkan masuk dan duduk.”
Akupun dipersilahkan masuk dan duduk, akupun berjalan menuju kursi yang berada tepat dihadapan profesor Arief.
“maaf prof, apakah prof menyuruh saya kembali untuk datang kesini?”
“iya, maksud dan tujuan saya menyuruh saudara datang kembali ke sini adalah untuk memberikan dua pilihan kepada saudara terkait masalah yang sedang saudara hadapi saat ini.”
“jika saudara harus memilih, pilihan mana yang akan saudara pilih?”
Pilihan pertama : “saudara melanjutkan study hingga selesei tapi dengan siklus kehidupan teraebut masih berulang-ulang seperti saudarakan ceritakan pada saya kemarin?”
Pilihan kedua : “saudara berhenti study sekarang ini juga tapi masalah siklus kehidupan tersebut tidak akan terulang kembali?”
Aku terdiam ketika mendengarkan pilihan yang diberikan oleh profesor Arief tersebut, “pilihan macam apa ini, adakah pilihan lain yang harus aku pilih?” gerutu Rio di dalam hatinya.
Mulutnya mulai bergerak, matanya menerawang tajam dengan kerut kening yang jelas terpampang di keningnya, aku pun mulai berbicara kepada profesor Arief “Profesor Arief, ada sebuah pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada profesor, di sini saya akan berusaha untuk membuat jawaban dari pilihan yang telah profesor sediakan untuk saya, namun ketika saya harus dihadapkan oleh dua pilihan yang sama-sama sulit untuk saya pilih, maka saya akan berusaha untuk membuat atau mendapatkan pilihan yang ketiga, jadi disini saya akan mempertanyakan kepada profesor seberapa kecil kemungkinan untuk munculnya pilihan ketiga di situasi ini bagi saya?
“kemungkinan itu selalu ada jika saudara mau untuk berusaha dalam mendapatkannya” profesor berkata pada Rio.
Aku tidak dapat menangkap makna dari apa yang disampaikan oleh profesor Arief tersebut, namun aku dapat memahami kalau pernyataan professor Arief tersebut sedikit akan memberikan asa kepadaku yaitu munculnya pilihan ketiga untuk ku. Akupun tersenyum penuh makna kepada profesor Arief, sambil berkata “kemungkinan seperti apakah itu prof? apakah benar adanya pilihan ketiga untuk saya?”
“Saudara Rio Astra atau sering dipanggil si Cebol oleh mahasiswa lainnya, situasi ini tidak kebetulan terjadinya tapi situasi ini telah saya rancang terlebih dahulu, seperti halnya yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, dan inilah cara saya saudara Rio Astra!.”
“maaf prof, saya tidak paham dengan apa yang prof sampaikan ini?”
“inilah cara saya, cara untuk menyaring beberapa orang calon penerima beasiswa untuk para mahasiswa yang kurang mampu tapi memiliki keinginan untuk kuliah serta ditunjukkan dengan prestasi yang bagus. Sebelumnya kondisi saudara ini yang harus menemui saya ke ruangan berkali-kali ini telah terjadi beberapa tahun yang lalu terhadap mahasiswa sebelum anda, penerimaan beasiswa ini hanya di khususkan bagi para mahasiswa baru kurang mampu dengan terlebih dahulu melihat data-data mahasiswa tersebut sebelum dilanjutkan pada situasi seperti ini. Bagi mahasiswa yang lulus dalam test wawancara ini akan diberitahu langsung bahwa ini hanyalah sebuah test untuk mendapatkan beasiswa namun tidak bagi mahasiswa yang gagal test, jadi selamat saudara Rio Astra, saudara tiap bulan selama 3 tahun ke depan akan di beri bantuan beasiswa study sebesar Rp. 1.000.000 dari atas nama Yayasan Ahmad Arief yang bertujuan untuk mewujudkan salah satu dari tujuan negara kita yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, jadi dengan diberikan bantuan ini semoga minat belajar serta prestasi akademik saudara dapat ditingkatkan tanpa harus memikirkan kurangnya dana kiriman dari kampung”.
Entah apa yang saya rasakan saat ini karena semuanya bercampur aduk jadi satu dari mulai rasa bingung, sedih, senang, bahagia. Aku tidak dapat berkata-kata banyak kepada profesor, hanya tiga kata saja yang mampu keluar dari dalam mulut saya “terima kasih Prof” “terima kasih Prof” “terima kasih Prof” kata-kata tersebut saya ucapkan sambil bersalam dan mencium tangan profesor Ahmad Arief tersebut secara berulang-ulang.
 Hidup ini seperti sebuah siklus, apabila tidak cerdas dalam menyikapinya kita akan terbenam dalam situasi seperti itu untuk waktu yang cukup lama, namun apabila kita cerdas menyikapi situasi itu, maka hidup ini akan lebih bermakna tanpa harus menemui hal-hal yang itu ke itu saja. Semuanya akan indah bagi mereka yang mau berusaha dan pantang menyerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar